GEMERLAP TAHUN 2008 BERSAMA ALUMNIHKX.BLOGSPOT.COM

Berubah?....Sapa Takut?

oleh : Amatsu Zake

Teman-teman, apakah kita merasa bahwa perilaku kitasudah banyak yang berubah?Atau mungkin penampilan kita sudah banyak yangberubah? Sadar atau tidak manusia selalu berusaha untukmerubah dirinya agar lebih merasa nyaman dan merasalebih baik dari hari kemarin. Layaknya bunglon yangselalu berubah-ubah bila pindah tempat, dia selalumerubah dirinya agar merasa lebih aman, nyaman, dantentram.

Manusia juga seperti itu (kebanyakannyasih….tapi ga semua), kita juga akan berusaha berbaurdan berusaha melakukan perubahan agar bisa nyamandengan lingkungan baru kita, istilah kerennyaberadaptasi. Kalo enggak percaya, saya kasih contohdeh….mmm…apa ya?mmm…gini nih…seandainya kitadiundang ke sebuah acara hajatan yang nuansanya resmi,tentu pakaian yang kita gunakan juga berbauke-resmi-resmi-an, dan rasanya kita enggak mungkindatang ke acara tersebut dengan kaos singlet putih(yang cap swan) dan bercelana boxer bermotiftengkorak(kalo ada yang berani itu sih nekadnamanya…or mungkin narsis abizzz..).

Dari sini kitasemua sepakat bahwa kita sebagai manusia akan selaluberusaha merubah diri kita untuk selalu mengikutisuasana disekitar kita agar dirinya merasa nyaman danmerasa lebih baik.Nah, teman-teman….Dulu kan suasana sekitar kita berbau or bernuansakeislaman, tentu pakaian yang kita gunakan, perilakuyang kita cerminkan, dan semuanya berbau or bernuansakeislaman. Sifat kita, perangai kita, interaksi kita(baik dengan yang homo or hetero…maksudnya yangsejenis or enggak), pandangan kita, cara berpakaiankita tentu lebih terjaga dan tentu sesuai dengannuansa di pondok kita yang tercinta itu (bagi yangcinta aja ma pondok…bagi yang enggakyaaa….terserah).

Dan sekarang kita sudah keluar (or mungkin terbebasbagi yang merasa dikukung) dari pondok kita yangbernuansa islami itu, tentu kita akan berusahamelakukan perubahan-perubahan yang akan menjadikandiri kita merasa lebih nyaman, lebih berbaur, danlebih diterima ma lingkungan di sekitar kita. Teman-teman….sekarang….mari kitabercermin….melihat apa saja sih perubahan yang sudahterjadi sama kita, semenjak kita pindah rumah (dariyang asalnya bareng-bareng di Kuningan ke daerahmasing-masing). Apakah kita sudah berubah? Apakah kitasudah merasa lebih nyaman dengan lingkungan kita?Apakah kita sudah merasa diterima ma lingkungan kita?Mungkin kita sudah merasa bahwa kita sudah berubah,kita sudah diterima ma lingkungan kita, dan kita sudahmerasa lebih nyaman dengan kondisi yang sekarang.

Nah yang jadi masalah, apakah perubahan yang kitalakukan dan membawa kita pada rasa nyaman atau tidak,merasa lebih baik apa tidak, SUDAH SESUAI DENGANSYARIAT AGAMA?Apakah perubahan yang kita lakukan masih sesuai dengansyariat? Jangan mentang-mentang kita hidup dilingkungan yang kurang bau islaminya akhirnya kitajuga ikut-ikutan seperti mereka.

Pakaian kita mulaiberubah dari yang pake rok jadi pake celana jeans yangagak ketat (apalagi yang ketat), dari yang salamannyagak ketemu tangan malah jadi cipika-cipikian, dariyang rambutnya hitam rapih (yaaah…walaupun adasedikit warna putih-putih alias uban) berubah jadiwarna merah dan berantakan layaknya kobaran api, dariyang biasanya mulutnya bercuap-cuap baca Al-Qur’an(ingetkan pas lagi masa-masanya nyetor?)karenaberalasan beradaptasi dengan lingkungannya makaikut-ikutan jadi smoker ala kereta api batu bara(alias ngebul terus).Mungkin ada yang bertanya or beralasan “ Katanyaharus mirip kaya bunglon…?kalo tempatnya hijau makakita jadi hijau, kalo tempatnya merah kita jadimerah….gimana sih penulis…?Memang…kita dituntut untuk bisa beradaptasi denganlingkungan yang mungkin akan mengakibatkan kitamelakukan perubahan-peruabahan.

Teori bunglon di atasmasih ada yang belum or kurang difahami… Nnow….mari kita dalami teori bunglon ini.Bunglon bila nemplok or bertengger di daun yangberwarna hijau maka ia pun berubah warnanya menjadihijau layaknya warna daun. Oke sampai disini kitasepakat sama teori ini, tapi ada hal yang harusdiingat!!!BUNGLON TETAPLAH BUNGLON…bunglon tak akanpernah jadi daun!!warna boleh sama, tapi bunglontetaplah bunglon, dan daun tetaplah daun. Dari sinibisa kita ambil pengertian bahwa kita memang bolehmelakukan perubahan-perubahan, tapi tidak harussemuanya kita harus rubah, ada hal-hal dari lingkunganini yang kita harus serap or rubah dan menempelkannyapada diri kita, dan ada hal-hal yang tidak boleh kitaserap. Saya yakin anda semua sudah faham apa-apa sajayang harus kita serap, kita rubah, dan kita terapkanpada diri kita agar kita bisa melakukanperubahan-peruabahn menuju keadaan yang lebih baik dannyaman. Mungkin singkatnya ambil yang baek-baek aja, nbuang yang jelek-jeleknya.

Perubahan merupakan sesuatu yang dianjurkan, tapitentunya perubahan itu harus sesuai dengan syariatislam. Bukankah Nabi kita pernah bersabda bahwaapabila hari ini sama saja dengan hari kemarin, makakita telah merugi. Dan bila hari ini lebih baik darihari kemarin maka kita termasuk orang-orang yangberuntung. Dari sini aja udah ketauan bahwa kitadisuruh untuk senantiasa berubah, menuju perubahanyang lebih baik. Menuju suatu kondisi yang menjadikankita lebih baik, lebih nyaman, dan lebih diterima malingkungan, dengan catatan sesuai dengan syariatislam. So…temen–temen semua mari kita selalu melakuakanperubahan-perubahan yang bisa menjadikan kita lebihenjoy, lebih sreg, lebih aman dalam menjalani hidup dilingkungan yang jauh sekali dari nuansa islami.Pertahankan apa-apa aja yang sudah kita dapatkan nbisa kita lakukan.

N jangan lupa semua perubahan yang kita lakukan, harus tetap sesuai dengansyaria-syariat yang telah ditetapkan.

Sahabat = One Of The Most Importrant Thing In Our Life



Memiliki sahabat sejati adalah harga paling berharga, karena bersama sahabat kita bisa menjadi diri sendiri, ia mampu membuat kita bahagia dengan diri kita sendiri dan memberi motivasi hidup.Walaupun terkadang muncul perbedaan pendapat, selisih paham atau masalah yang menguji persahabatan kita.


Beruntung sekali saya punya sahabat yang sudah teruji dalam hitungan tahun yang panjang. kami sering bertengkar membahas ide yang tak seirama, mengkritik satu sama lain, mebantu ketika dibutuhkan, memberi saat tak diminta kadang kita saling "jahil" dalam batas yang konstruktif selalu berakhir positif untuk selalu menguatkan agar tetap surfive di lingkup kehidupan masing-masing.


Begitu senangnya jika memiliki sahabat, sahabat yang setia bersama mendukung semua langkah kita, dalam suka dan duka. Bukan sahabat yang hanya ada saat kita jaya dan menghilang saat kita merana. Karena mencari sahabat yang sejati sangat lah susah pada saat ini, dimana semua terukur dari segi materalitas.


Sahabat adalah adalah komunikator yang hebat dan biasanya juga pendengar yang sangat baik, bila diperlukan mereka bisa bersikap serius, tapi juga enak untuk bercanda dan tertawa. Teman untuk berbagi semua tanpa ada rasa curiga, dan berusaha menghibur saat yang lain kecewa, serta berusaha membantu saat yang lain menderita.


Sahabat mensyukuri saat-saat bersama yang menyenangkan dan menjadi setia disaat-saat sulit. Menurut saya cara terbaik untuk tetap menghargai arti persahabatan itu adalah menghargai arti persahabatan itu bagi anda dan relasi anda. Begitu anda yakin bahwa persahabatan adalah cara yang sehat untuk dikembangan antar kita untuk suatu hubungan yang sehat, maka pergaulan kita akan lebih mudah.


Sedikit ingatkan diri kita sendiri bahwa tujuan anda menjalin persahabatan adalah untuk menghargai, dengan tulus, memperlakukan sahabat dengan penuh hormat dan saling menghargai. Jika menemukan kesulitan coba tanyakan pada diri anda bagaimana saya ingin diperhatikan oleh seorang sahabat.


Mendapat sahabat sejati adalah sebuah karunia dan tujuan yang layak dicapai. Bila anda serius untuk bersahabat maka perlu diingat kita harus dapat menyesuaikan kondisi kita dengan sahabat kita..., dan kita bisa berbagi impian tanpa merasa andalah yang banyak berkorban.


Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkanbesi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.


Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya…


Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.


Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia beriinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.


Hanya untuk sekedar tambahan..saya akan menuliskan sebuah lirik lagu NIDJI “arti sahabat” dan lirik ini pun telah saya kirim ke sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki..

tak mudah untuk kita hadapiperbedaan yang berartitak mudah untuk kita lewatirintangan silih bergantikau masih berdirikita masih di sinitunjukkan pada duniaarti sahabatkau teman sejatikita teman sejatihadapilan duniagenggam tangankutak mudah untuk kita sadarisaling mendengarkan hatitak mudah untuk kita pahamiberbagi rasa di hatikau adalah..tempatku membagi kisahkukau sempurnajadi bagian hidupkuapapun kekuranganmu


tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis. Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.


thanks ma fRen,,,,you're ma inspiration!!


by: Nafisah Fillah

Penghancur Persahabatan

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya.

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.

Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.


Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain:


- Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
- Ketidakterbukaan
- Kehilangan kepercayaan
- Perubahan perasaan antar lawan jenis
- Ketidaksetiaan.


Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya. Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.

"Dalam masa kejayaan, teman� mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman� kita."

Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda? Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai? Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satu pun yang dapat anda berikan?
Merekalah sahabat anda. Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

sumber :
(dudung.net)

QUISIONER BOUT P'SAHABATAN

KALIAN pasti punya teman dekat. Untuk mengetahui apakah kalian tipe sahabat sejati, cobalah baca kuis berikut. Jawab pertanyaan dan hitung skornya.


1. Suatu hari kalian mengantar teman ke toko pakaian. Ia sudah memilih suatu baju tertentu, tetapi sebenarnya baju itu tidak cocok dengannya. Ia bertanya padamu, bagaimana caramu memberi pendapat :

a. Karena tak ingin menyinggung perasaannya, bilang saja, baju itu pantas untuknya.
b. Bilang tidak tahu
c. Mengusulkan cari model yang lain saja, yang lebih cocok.

2. Teman baik kalian punya masalah rahasia yang hanya diceritakan padamu. Ia memintamu untuk menjaga rahasia itu berdua saja.

a. Yang kalian lakukan benar-benar menjaga rahasia itu dan tidak menceritakannya pada orang lain
b. Menceritakan pada orang lain
c. Mencoba memcahkan masalah itu dengannya.

3. Teman baik kalian selalu mecontek tugas setiap hari.

a. Bilang padanya, jangan contek terus. Belajar sendiri.
b. Berbohong bahwa belum mengerjakan tugas
c. Membantu dan menemaninya belajar agar mampu mengerjakan tugas

4. Teman baik kalian tahun ini tidak mendapat nilai yang bagus.

a. Menghiburnya dengan mengajaknya bercakap-cakap
b. Menemaninya seharian selama ia marah-marah
c. Membujuknya agar belajar dengan keras dan mengajak belajar bersama

5. Teman baik kalian suka sekali menelpon ke rumah. Padahal waktu tersebut harusnya untuk mengerjakan tugas.

a. Tetap menerima telepon dan mendengarkannya sampai malam
b. Pura-pura mendengarkan, tetapi sambil mengerjakan tugas kuliah
c. Mengatakan terus terang tidak bisa menerima teleponnya dan masih punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan

6. Dua orang teman main kalian baru saja bertengkar hebat. Kalian disuruh milih, mau berteman dengan si A atau si B.

a. Kalian pilih si A, karena takut.
b. Kamu setuju tidak berteman dengan B selama ada si A didekatmu
c. Tidak berpihak kemanapun

7. Teman baik kalian sedang sakit dan menjadi cengeng karena harus berbaring setiap hari di tempat tidur.,

a. Malas mengunjunginya karena tak suka melihat sifat cengengnya
b. Kirim saja kartu ucapan semoga cepat sembuh
c. Tetap rajin menjenguknya sampai sembuh

8. Teman baik kalian ingin belajar berenang. Tetapi ia takut tenggelam.

a. Kamu memaksanya untuk les berenang
b. Waktu di tepi kolam sengaja mendorongnya ke air supaya ia berani
c. Kalian memberikan contoh berenang dengan benar, dan meyakinkannya bahwa ketakutannya tak beralasan.


Sekarang periksa jawabanmu,
manakah yang lebih banyak :

Lebih banyak A, artinya : Kalian adalah teman yang sangat setia. Kesetiaan lebih dipentingkan daripada mempertimbangkan baik buruknya persahabatan itu. Karenanya kalian sering terjebak untuk tidak bersikap jujur pada teman. Sikap diam tak jujur itu akan menjerumuskan teman baik melangkah ke hal yang salah.

Lebih banyak B, artinya : Kalian tipe teman yang menyenangkan, selama tidak ada masalah. Tetapi bila teman tertimpa musibah atau masalah, kalian akan menyerah dan menghindar. Kalian cenderung susah diajak kerjasama dan seringkali dianggap pengkhianat.

Lebih banyak C, artinya : Kalian adalah sahabat sejati yang setia dan menyenangkan. Mudah diajak kerjasama, teman berbagi suka dan duka, mau saling mengingatkan dan jujur mengatakan kebenaran. Meskipun kebenaran itu tidak menyenangkan. Sikap ini akan menyelamatkan persahabatan.

by : nafisah fillah



Position Opinion of Global Warming:

by: M. Iqbal Muharram R.

“The era of Procrastination, of Half – Measures,
of Soothing and Baffling Expedients, of Delays,
is coming to its close.

In its place we are entering a Period of Consequences”
- Sir Winston Churchill -
November 12, 1936 (an Inconvenient Truth, 2006)

Akhir-akhir ini berita di televisi ataupun di koran dan media-media lainnya mulai ramai membicarakan sesuatu hal yang dinilai sebagai dampak dari kesewenangan manusia pada alam, sebelum akhirnya berita tentang hal ini mulai tertutup oleh berita kronisnya sakit Bapak Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia di masa orde baru. Saya kira anda akan sepakat kalau saya nyatakan berita itu adalah berita tentang Global Warming. Bagaimana tidak hal ini boleh kita lewatkan beritanya, Global Warming ini adalah masalah Global. Dampaknya akan dirasakan oleh semua umat manusia di manapun mereka berada. Tak peduli itu di dataran tinggi atau rendah. Dan ini adalah tulisan pernyataan setuju saya tentang nyatanya Global Warming.

Global Warming telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Tidak banyak memang yang memahami dan peduli pada isu perubahan iklim. Sebab banyak yang mengatakan, memang dampak lingkungan itu biasanya terjadi secara akumulatif. Pada titik inilah masalah lingkungan sering dianggap tidak penting oleh banyak kalangan, utamanya penerima mandat kekuasaan dalam membuat kebijakan (Ridho Saiful A 2006).

Dalam film yang berjudul An Inconvenient Truth, Al Gore mantan wakil presiden Amerika Serikat (AS) menggambarkan dengan baik sekali adanya ancaman terhadap keberadaan bumi kita. Dalam film tersebut digambarkan bagaimana selimut-selimut es di berbagai wilayah dunia semakin menyusut, demikian juga gunung-gunung es di dekat kutub bumi. Pemanasan global diyakini disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia, seperti pengoperasian pabrik dan kendaraan yang menggunakan bahan bakar konvensional. Hasil pembakaran jenis ini antara lain gas CO2 yang dalam skala global berjumlah miliaran ton setiap tahun, disemburkan ke atmosfir bumi. Akibatnya, sinar matahari yang tiba ke permukaan bumi tak leluasa dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Panas tersebut terperangkap dekat permukaan bumi, menghasilkan gejala seperti di rumah kaca yang digunakan untuk menyemaikan tanaman. Apa yang dilakukan Al Gore merupakan sindiran sinis terhadap negaranya sendiri yang terlalu abai untuk memperlakukan lingkungan hidup. Negara AS adalah Negara penyemprot gas rumah kaca terbesar di dunia tidak mau bergabung dalam Protokol Kyoto untuk secara bertahap mengurangi emisi karbon dioksidanya (Nurani Soyomukti 2007).

Tidak semua pihak menyetujui adanya Global Warming. Sebagai contoh, pernyataan di bawah berikut ini mungkin akan membuat kita tersentak sekaligus terbelalak. Ia berbunyi: “Pernyataan pemanasan global itu sungguh nyata cuma omong kosong. Pernyataan itu diulang-ulang oleh para aktivis guna meyakinkan sekaligus menakut-nakuti publik bahwa iklim akan berubah menjadi malapetaka, dan aktivitas manusialah penyebab utamanya.” Kalimat itu diucapkan senator AS dari Partai Republik, James Inhofe, yang juga merupakan Ketua Environment and Public Works Committee Senat AS, setahun lalu (Aloysius Weha).

Pernyataan itu diperkuat lagi dengan pernyataan Direktur NASA Michael Griffin dalam wawancara dengan sebuah radio lokal di AS belum lama ini, yang menunjukkan keraguan sang direktur bahwa pemanasan global adalah tantangan terbesar yang harus diatasi manusia. Dalam wawancara tersebut, salah satu petikan pernyataan Griffin yang kemudian banyak dikutip adalah, “Iklim bumi saat ini adalah iklim yang terbaik yang pernah kita punyai.”
Benarkah pemanasan global sungguh-sungguh merupakan akibat dari ulah manusia yang terlalu rakus mengeksploitasi bumi dan ceroboh menjaga keseimbangan alam? Apakah pemanasan global dan perubahan iklim adalah hal terpenting yang harus diatasi manusia?
Inhofe memaparkan beragam fakta dan kutipan yang mendukung argumennya. Menurutnya, media memainkan peranan penting dalam menggelorakan isu yang tidak benar ini. Ia pun mengungkapkan penelusurannya terhadap laporan beberapa media terkemuka seperti Newsweek, Majalah Time, Harian New York Times, Chicago Tribune, dan juga Jurnal Science News. Didapatinya, media-media tersebut pada era tahun 1900-an justru melaporkan kekhawatiran akan datangnya abad es, bukan pemanasan atau melelehnya es. Hingga periode 1920-1930-an sampai menjelang akhir tahun 1970-an, media-media terkemuka di AS itu masih sangat gencar memberitakan dan melaporkan bahaya perubahan bumi menjadi bola es.
Ia pun melecehkan Protokol Kyoto, sebuah protokol yang ditandatangani oleh sebagian besar negara di kolong bumi ini guna mengurangi emisi gas-gas pembentuk rumah kaca di mana AS menolak menandatanganinya, sebagai kesepakatan dan solusi yang tidak ada artinya dalam rangka mengurangi emisi gas-gas berbahaya ke atmosfir bumi. Menurutnya, cara paling efektif untuk mengurangi gas-gas tersebut adalah penggunaan alat pembersih gas dan teknologi yang lebih efisien untuk menekan gas tersebut bertebaran ke angkasa.
Namun pernyataan Inhofe yang berbau politis itu tak menyurutkan gerakan global di seluruh dunia bahwa ancaman pemanasan bumi sungguh-sungguh nyata dan harus diperangi dari sekarang oleh semua pihak. Inhofe, politisi dari Partai Republik, sebagaimana halnya Presiden AS George W. Bush yang juga dari Partai Republik, jelas tidak mau kepentingan mereka terusik terusik gara-gara harus menekan emisi gas rumah kaca yang di AS sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik berenergi fosil (BBM, batubara).
Tak hanya Inhofe dan Bush yang bersikap “bebal” terhadap perubahan iklim. Lebih dari 17 ribu ilmuwan -- dua ribu lebih di antaranya adalah fisikawan, geofisikawan, ahli iklim, ahli meteorologi, dan pakar lingkungan- menandatangani petisi yang diedarkan oleh Oregon Institut of Science and Medicine di AS. Salah satu kalimat dalam petisi itu menyatakan, “Tidak ada bukti-bukti ilmiah bahwa pelepasan gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan gas-gas rumah kaca lainnya yang mengakibatkan pemanasan akut terhadap temperatur bumi dan kerusakan pada iklim bumi.”
Terlepas dari kenyataan dan pernyataan politik yang diungkapkan di atas, data-data dan fakta-fakta yang saya dapatkan sekiranya dapat berbicara jauh lebih kuat dan nyata, memperlihatkan ke mana arah perubahan iklim di bumi ini akan menuju dan bermuara.

Sebelum lebih lanjut saya menulis tentang Global Warming alangkah lebih baik jika kita semua sama-sama kembali menyamakan pendapat, mengetahui apa dan disebabkan oleh apa Global Warming itu. Karena ternyata masih banyak orang-orang di sekitar kita yang kurang peduli tentang ini. Saya berharap nantinya kita semua setelah ini bisa lebih peduli terhadap bumi yang telah diamanahkan oleh Tuhan kepada kita untuk kita kelola dengan baik.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya
temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuwan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi.
Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuwan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 - 5,8 derajat Celsius (2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100. Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9 - 100 cm (4 - 40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan
iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah. Potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini sangat besar sehingga ilmuan-ilmuan ternama dunia menyerukan perlunya kerjasama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini (geo.ugm.ac.id).
Dampak – Dampak Global Warming
Sebagaimana konsekuensi kalimat setuju adalah adanya bukti-bukti, berikut saya sampaikan pula dalam tulisan ini beberapa dampak nyata dari Global Warming. Dampak yang terjadi di dunia Internasional maupun yang sudah mulai dirasakan secara lokal di negara Indonesia.
Kita mulai dari yang jauh dengan kita, Laut Arktik. Lautan ini sebagian besar dikenali sebagai samudera es. Ilmuwan yang mengamati perubahan pada lautan es ini mencatat terjadinya peningkatan panas dua kali lebih cepat dibandingkan pemanasan di tingkat global. Sejak tahun 1980, samudera es yang terletak Arktik yang berada di wilayah Eropa telah mencair antara 20-30 persen.
Masih di Eropa, pegunungan Alpens yang tadinya sebagian besar diselubungi salju mengalami kemerosotan deposit salju yang parah. Delapan dari sembilan area gletser/glacier menunjukkan derajat kerusakan yang signifikan dan dalam kurun waktu satu abad sudah kehilangan sepertiga dari wilayah es.
Tidak hanya di Eropa, seluruh dataran tinggi di dunia yang selama ini dikenal memiliki puncak gunung es juga lumer. Salju di puncak gunung tertinggi di Afrika, Kilimanjaro, setiap bulannya meleleh tak kurang dari 300 meter kubik. Gunung yang terletak di Tanzania ini menderita kebotakan salju parah bilamana membandingkan foto udara yang diambil pada tahun 1974, 1990, dan 2001. Dalam periode satu abad pengamatan, salju di puncak gunung itu meleleh hingga mencapai 82%. Bila salju tak lagi betah hinggap di puncak gunung itu, nama gunung itu boleh jadi harus diubah, karena Kilimanjaro dalam bahasa setempat berarti gunung yang putih atau gunung yang bercahaya.
Mari beralih ke kawasan yang melahirkan banyak seniman bola, Amerika Selatan. Salju di negeri-negeri seperti berdataran tinggi seperti Argentina, Peru, Chili juga menurun drastis. Pegunungan Andes, salah satu surga salju di dunia, mengalami pelelehan salju ke arah puncak gunung yang sangat signifikan. Antara tahun 1963 hingga 1978, salju mencair rata-rata 4 meter per tahun, dan sejak tahun 1995 hingga sekarang, pelelehan salju mencapai kecepatan 30,1 meter per tahun di seluruh kawasan yang mengandung glacier. Sementara di Venezuela, negeri penghasil Miss World terbanyak, dari 6 glacier yang dimiliki negeri tersebut pada tahun 1972, kini hanya tersisa dua lagi, dan akan hilang paling lambat 10 tahun sejak sekarang.
Konsekuensi dari melelehnya salju adalah meningkatnya permukaan air laut, pertama-tama di kawasan tersebut. Di negeri bola Brasil, garis pantai yang hilang menjadi lautan rata-rata berkisar 1,8 meter per tahun pada kurun waktu antara 1915 hingga 1950 dan meningkat menjadi 2,4 meter per tahun pada kurun waktu sepuluh tahun antara 1985-1995.
Apa yang terjadi di Asia, juga di Indonesia, akibat pemanasan global? Sama dengan yang terjadi di benua lain, salju-salju di dataran tinggi Asia mengalami pelelehan yang drastis sekaligus dramatis. Himalaya, gunung tertinggi di dunia yang menjadi kantong air beku di “atap langit” terus kehilangan saljunya secara konsisten. Glacier-glacier di Pegunungan Himalaya yang tersebar di negara-negara seperti India, Tibet, Bhutan, China, terdegradasi dengan amat cepat. Tujuh sungai besar di Asia yang bermata air dari Himalaya yakni Gangga, Indus, Brahmaputra, Mekong, Thanlwin, Yangtze, dan Sungai Kuning terancam eksistensinya yang berakibat pada ratusan juta umat manusia di kawasan sepanjang aliran sungai-sungai itu.
Tak hanya di kawasan Asia Selatan, salju di Asia Tengah yang juga terus lenyap satu per satu. Itu terjadi pula di Puncak Jaya, Papua, satu-satunya daerah pegunungan tinggi di Indonesia yang memiliki salju. Bila foto udara pada tahun 1972 memperlihatkan puncak gunung yang hampir seluruhnya diselimuti salju, sekarang puncak gunung itu hanyalah berisi bebatuan dan pepohonan belaka. Artinya, tidak ada lagi salju di sana.
Pelelehan es yang diungkap di atas baru merupakan sebagian dari yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan laporan terakhir Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) terakhir yang dirilis tahun 2007 ini, 30 salju di pegunungan di seluruh dunia kehilangan ketebalan hingga lebih dari setengah meter hingga tahun 2005 saja. Dua tahun yang terakhir belum masuk dalam laporan tersebut (
Aloysius Weha).

Konsekuensi-Konsekuensi Global Warming
Konsekuensi dari bertambah hangatnya suhu bumi, seperti telah disebutkan sebelumnya telah menyebabkan mencairnya salju-salju dan glesier-glesier yang berada di kutub selatan. Karena energi bersifat kekal, salju-salju tadi dengan sendirinya tidak hilang dan hanya berubah bentuk. Ibarat es yang ada dalam sebuah gelas, ketika ia terkena panas dan mencair, volume air itu tidak berkurang atau bertambah, melainkan hanya berubah. Maka, konsekuensi pertama dari meningkatnya suhu bumi yang melelehkan salju dan deposit-deposit air tadi adalah kian bertambahnya air di permukaan bumi. Peningkatan tersebut dapat dideteksi di seluruh penjuru bumi dan dibuktikan melalui sejumlah foto udara yang membandingkan suatu kawasan pada puluhan tahun silam dengan kondisi kontemporer.
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.
Beberapa data akibat kenaikan muka air laut di Indonesia:
Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‘buram’ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang (geo.ugm.ac.id).
Konsekuensi meningkatnya suhu bumi tidak hanya itu juga. Perubahan-perubahan ekologis yang terjadi pada lingkungan di mana manusia dan makhluk hidup lainnya hidup membawa dampak yang mengerikan bagi umat manusia. Hukum fisika menyatakan, angin bergerak dari tempat yang dingin ke tempat yang lebih panas. Nah, perbedaan temperatur suatu kawasan dengan kawasan lain yang sangat ekstrem pada waktu bersamaan telah memicu munculnya angin topan, badai, dan tornado menjadi lebih sering dibandingkan beberapa tahun silam. Negara-negara di kawasan Amerika Utara, Tengah, Selatan dan Karibia, Eropa, juga Asia Selatan dan Timur sudah merasakan dampak yang ditimbulkan dari topan badai ini. Topan yang memiliki nama-nama nan indah menerpa warga di seluruh bumi secara memilukan dan sekaligus mematikan.
Arus pergerakan air tidak hanya membawa musibah banjir bandang, tetapi juga disertai tanah longsor akibat penggundulan hutan yang berlangsung setiap menit. Dalam waktu bersamaan, belahan dunia yang satu terancam kekeringan dan kebakaran, tempat lainnya dilanda topan badai, banjir dan tanah longsor yang menyengsarakan ratusan juta umat manusia.
Mari kita lihat juga dampak-dampak dan fakta-fakta Global Warming ke negri kita sendiri, Indonesia. Kekeringan di daerah Gunung Kidul misalnya, mungkin saja sudah menjadi fakta jamak yang berlangsung setiap tahun dan sudah sejak puluhan tahun hal itu terjadi. Akan tetapi, kesulitan air yang dialami oleh warga di lereng Gunung Merapi lima tahun terakhir ini misalnya, tentu sebuah fakta baru yang menunjukkan betapa air makin sulit didapat.
Kesulitan para petani sayuran di lereng Gunung Merbabu misalnya, juga sesuatu yang masih terdengar asing. Grojogan Sewu memang masih menumpahkan airnya. Tetapi dibandingkan lima belas tahun silam misalnya, grojogan itu sekarang telah berubah menjadi tak lebih dari pancuran. Beberapa puluh tahun yang akan datang, boleh jadi ia tinggal menjadi tetesan saja.
Itu baru dari sisi kelangkaan air. Dari sisi perubahan iklim, semua kota dan wilayah di Indonesia menjadi korbannya. Di Jawa bagian tengah misalnya, Kaliurang di Jogjakarta, Tawangmangu di Karanganyar, atau Bandungan di Semarang, sekarang bukan lagi didatangi wisatawan karena udaranya yang sejuk dan dingin, tetapi karena kelatahan dan cap yang terlanjur melekat sebagai daerah wisata. Itu saja. Dahulu, di daerah-daerah tersebut kabut dingin senantiasa turun setiap pagi sepanjang tahun. Sekarang, ia hanya bisa dijumpai beberapa kali sepanjang tahun, itupun sangat tergantung dari musim.
Di Puncak Jaya, Papua, salju tidak lagi hinggap di puncaknya sejak beberapa tahun silam. Ini menandai era berakhirnya eksistensi satu-satunya kawasan bersalju di Indonesia. Dan ini sekaligus membuktikan, bahwa bumi yang makin panas bukanlah fakta gombal melainkan kenyataan aktual.
Sangat ironis menurut saya, dalam situasi udara yang makin panas, orang lalu mencari cara untuk mendinginkannya, tetapi hanya untuk diri mereka sendiri. Pendingin udara adalah pilihan pragmatis untuk ini, tetapi alat inipun hanya bisa dijangkau oleh lapisan masyarakat golongan menengah ke atas. Masyarakat miskin jelas tak bisa mengelak dari kegerahan.
Ironisnya juga, penggunaan pendingin udara yang makin masif dan intensif pada sebagian besar rumah tangga di perkotaan secara akumulatif justru mendorong terciptanya bumi yang makin panas akibat gas-gas yang dihasilkan oleh pendingin udara tersebut tidak ramah lingkungan. Sudah begitu, penggunaan pendingin udara yang intensif itu juga memicu meningkatnya kebutuhan listrik yang terus membesar –yang lagi-lagi ironisnya— sementara listrik tersebut diproduksi dengan menggunakan bahan bakar fosil yang tak ramah terhadap lingkungan dan memberi kontribusi terbesar pada pemanasan secara global.
Lingkaran setan ini jelas menggiring masyarakat yang paling miskin dan tak memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi yang memadai menjadi korban. Jumlah masyarakat yang kian tersisih dari lingkaran ini niscaya akan terus membesar karena perseteruan dan kata sepakat tentang upaya kongkret memerangi perubahan iklim ini mengalami kebuntuan yang akut.

Ada kabar buruk lain pula yang saya dapatkan dari situs Antara News, berita dari London. Sedikitnya satu miliar orang menghadapi risiko kehilangan tempat tinggal mereka selama empat dasawarsa mendatang akibat konflik dan bencana alam yang akan bertambah parah dengan global warming, demikian peringatan dari sebuah badan bantuan. Dalam laporannya, Christian Aid, yang berpusat di Inggris, menyatakan negara di seluruh dunia, terutama negara paling miskin, sekarang menghadapi perpindahan penduduk terbesar karena terpaksa -- kondisi yang akan membuat pengungsian akibat Perang Dunia II jadi tak berarti.
Dalam apa yang saat itu menjadi "pengungsian penduduk terbesar dalam sejarah modern", katanya, 66 juta orang kehilangan tempat tinggal di seluruh Eropa sampai Mei 1945, selain beberapa juta orang lagi di China. Kini, sebanyak 163 juta orang di seluruh dunia telah kehilangan tempat tinggal akibat berbagai faktor seperti konflik, kemarau dan banjir serta proyek pembangunan ekonomi seperti bendungan, pembalakan dan perkebunan gandum, katanya. "Kami percaya bahwa migrasi terpaksa sekarang menjadi ancaman paling mendesak yang dihadapi rakyat miskin di dunia berkembang," kata John Davison, penulis "Human Tide: the real migration crisis". Meskipun jumlah tersebut sudah "sangat tinggi", laporan tersebut memperingatkan bahwa "pada masa depan, perubahan iklim akan mendorongnya jadi lebih banyak lagi". "Kami memperkirakan bahwa selama beberapa tahun antara sekarang dan 2050, sebanyak satu miliar orang akan kehilangan tempat tinggal mereka", demikian antara lain isi laporan setebal 52 halaman itu, seperti dikutip AFP. Jumlah tersebut meliputi 645 juta orang yang bermigrasi akibat proyek pembangunan, dan 250 juta orang karena fenomena seperti pemanasan global seperti banjir, kemarau dan kelaparan, katanya. Di Myanmar, katanya, kelompok etnik minoritas seperti Karen telah menderita akibat beberapa dasawarsa kerusuhan, pengungsian dan penghukuman hanya untuk menyaksikan penguasa militer sekarang menggunakan lahan yang dibersihkan untuk membuat bendungan, pembalakan dan kebun kelapa sawit. Perubahan cuaca, katanya, akan mendorong pertumbuhan perkebunan penghasil gandum sementara negara kaya meningkatkan permintaan akan bahan bakar bio dalam upaya mengurangi buangan karbon dioksida ke atmosfir. "Di Mali, ancaman akibat perubahan iklim lebih membayang lagi," katanya. Hasil pertanian telah merosot tajam sementara curah hujan berkurang dan tak beraturan, sehingga petani terpaksa meninggalkan lahan mereka agar mereka dapat menghidupi keluarga mereka (
www.antara.co.id).
Upaya Pengendalian Global Warming
Konsumsi total
bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam
pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat
Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan. ditangkap dan diinjeksikan kembali ke
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak
revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada
Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya,
Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001,
Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih pada waktu itu, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbondioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbondioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di
Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbondioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh,
Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbondioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.
Indonesia, yang tercatat sebagai penyumbang terbesar ketiga karbon dioksida--salah satu jenis gas rumah kaca--akibat kebakaran hutan, perlu mengambil langkah yang revolutif. Meski terlambat, inilah saatnya memprogramkan restorasi ekosistem nasional, pembangunan, dan pengelolaan hutan lestari serta moratorium logging di daerah-daerah tertentu. Pilihan kita, menahan sesaat kalkulasi ekonomi sektor ini atau bencana berkepanjangan. Dari data Badan Planologi (2004), diketahui kerusakan hutan di kawasan hutan produksi mencapai 44,42 juta hektare, di kawasan hutan lindung mencapai 10,52 juta hektare, dan di kawasan hutan konservasi mencapai 4,69 juta hektare. Departemen Kehutanan menyebutkan pada 2000-2005, laju kerusakan hutan Indonesia rata-rata 1,18 juta per tahun. Klimaks kerusakan hutan negeri ini disebabkan oleh praktek ilegal sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara paling masif dalam laju kerusakan hutan. Langkah adaptasi juga perlu dijalankan karena sekuat apa pun usaha kita mengurangi gas rumah kaca, kita tidak akan mampu sepenuhnya terhindar dari dampak perubahan iklim. Di berbagai negara, upaya adaptasi mulai dilakukan, misalnya pembuatan strategi manajemen air di Australia dan Jepang atau pembangunan infrastruktur untuk melindungi pantai di Maldives dan Belanda. Inilah yang kita perlukan di Indonesia. Setidaknya pemerintah membangun sistem identifikasi dan informasi mengenai dampak perubahan iklim serta mengembangkan sistem peringatan dini dan manajemen dampak perubahan iklim. Untuk sektor pertanian, sistem penyuluhan sebagai pusat informasi cuaca dan perubahan iklim harus dibangun serius. Menghadapi perubahan iklim yang kian nyata menjelang 2050, perlu dikembangkan jenis padi yang tahan kekeringan atau cara budi daya padi yang lebih efisien terhadap air. Selain itu, pembangunan dan manajemen irigasi penting dibenahi. Kita perlu mempertanyakan bagaimana pemetaan wilayah yang rawan kekeringan, informasi perubahan dan prediksi iklim, peta zona agroekologi potensial, teknologi pemanenan hujan, serta embung yang selama ini diklaim telah dikembangkan pemerintah. Pada kenyataannya, bila El Nino tiba, selalu menyebabkan sebagian besar wilayah dan lahan pertanian kita mengalami defisit air. Penghijauan/reboisasi, pembangunan dan manajemen irigasi, serta penataan daerah resapan air dan daerah aliran sungai yang telah diprogramkan sejak Orde Baru tidak jelas hasilnya. Bahkan dalam rapat dengar pendapat Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat RI dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum (8 Maret 2007) terungkap sebagian besar sungai yang ada di Pulau Jawa dalam keadaan kritis (Mufid Busyairi A 2007).

Penutup
Sekian kiranya beberapa hal tentang info Global Warming, dimulai dari pengertian, resiko-resiko, dampak-dampak internasional dan lokal yang terjadi pada masa kini hingga info terdapatnya perbedaan pendapat mengenai eksistensi Global Warming. Saya sebagai salah seorang dari sekian ribu Mahasiswa di Indonesia yang telah diberi jalan oleh dosennya untuk mengetahui hal besar ini berharap kepada teman-teman mahasiswa lainnya untuk bisa bergerak bersama menghadapi dan menanggulangi permasalahan global ini, karena waktu akan terus melaju dan takkan pernah mundur, mau tidak mau, masa depan akan kita hadapi bersama.


Referencing:
· Saiful Ridho A., 2006, Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern, June 5, 2006,
· Soyomukti Nurani., 2007, Pemanasan Global Ancaman Global(isasi) Terhadap Lingkungan Hidup, April 23, 2007, from http://www.parasindonesia.com.,
· David , L., Bender, L., & Z. Burns, Scott, 2006, An Inconvenient Truth, a Carbon Neutral Production, 2006, from http://www.climatecrisis.net.,
· Weha Aloysius, Global Warming of Global Warming, December 2, 2007, from http://
www.wikimu.com.. Kanal: iptek.,
·
Pemanasan Global, October 2, 2007, from http://www.geo.ugm.ac.id
· Satu Miliar Orang Akan Kehilangan Tempat Tinggal Akibat Global Warming , from http://
www.antara.co.id.,
· Busyairi Mufid A., 2007, Global Warming dan Keamanan Pangan Indonesia. May 15, 2007, from http://www.tempointeraktif.com.